|
Bergaya di Depok Lama |
Entah
berapa kali saya melihat tweet seorang teman wara-wiri di linimasa menggunakan
#30harikotakubercerita. Oh ternyata, dia bercerita tentang kota tempat
tinggalnya. Sampai suatu ketika ketika saya melihat postingan tentang city tour
yang bertajuk #FindNewRoads : Jelajah Depok dengan tempat yang dikunjungi St.
Depok Lama – RS. Harapan – Gereja Immanuel – Lembaga Cornelis Chastelein – Lembah
Gurame. Sebagai seseorang yang pernah beraktifitas di Depok, sebenarnya saya
sudah lama ingin sekali mengetahui sejarah Depok lebih lanjut. Belum lagi
liputan-liputan di TV tentang Depok jaman dahulu membuat saya ingin mengunjungi
tempat tersebut. Maklum, tidak banyak waktu yang saya habiskan untuk
meng-eksplor kota Depok, paling setelah selesai kuliah langsung pulang ke
rumah, begitu seterusnya. Walaupun bisa melihat banyak informasi yang
terpampang nyata bukan khayalan bukan buaian di dunia maya, rasanya tidak
lengkap kalau belum melihat secara langsung. Tapi lebih baik terlambat daripada
tidak sama sekali, bukan? Akhirnya kesempatan itu datang juga. Kapan lagi bisa
lebih tau tentang sejarah Kota Depok dalam hitungan waktu sekian jam saja.
|
RS. Harapan, Tugu Chastelein, dan Kediaman Presiden Depok |
Hiruk
pikuk stasiun Depok Lama jelas terlihat di minggu pagi. Rombongan #JelajahDepok
bergerak ke Jl. Pemuda dengan berjalan kaki, menuju lokasi yang akan
dikunjungi. Ternyata Depok pagi hari terik sekali ya. Pemberhentian pertama
adalah RS. Harapan Depok. Pada jaman dahulu, bangunan ini difungsikan sebagai
pusat pemerintahan di Depok. Di seberangnya, adalah kediaman Presiden atau
pemimpin Depok pada masa itu. Nah, terdapat monumen di depan RS. Harapan, monumen
itu bernama Tugu Peringatan Cornelis Chastelein. Tugu yang dibuat sebagai
peringatan pembebasan para budak oleh Chastelein. Akhirnya saya bisa melihat
tugu ini setelah hanya bisa menonton dan membaca perbincangan hangat di
media-media baik cetak maupun elektronik tentang pembangunan kembali tugu ini
yang pernah dihancurkan pada tahun 60-an.
|
Bangunan Peninggalan Belanda di Jl. Pemuda |
Masih
tampak beberapa bangunan peninggalan Belanda lainnya di Jalan Pemuda. Dari foto
ini dapat terlihat bahwa bangunan tersebut masih terawat hingga kini, ada SDN
Pancoran Mas 2 yang dulunya merupakan sekolah pertama di Depok. Atau foto
paling atas, bangunan rumah yang cukup luas yang sebelumnya dimiliki oleh
saudagar kaya di Depok yang sampai saat ini masih digunakan untuk keperluan
shooting berbagai sinetron, FTV, dsb.
|
Gereja Immanuel & Nama Pastor yang Melayani |
Kami
juga berkunjung ke Gereja Immanuel, gereja paling bersejarah di Depok. Di kanan
kiri bangunan gereja ini terdapat pintu yang bertuliskan nama-nama marga asli
warga Depok yang totalnya ada 12 nama (sisi kanan 6 nama, sisi kiri 6 nama). Satu-satunya
bagian yang masih asli dari gereja ini adalah lonceng yang terdapat menara
gereja. Sebelumnya nama gereja ini adalah Gereja Jemaat Masehi Depok. Gereja yang
sudah ada sejak tahun 1700-an ini kemudian bergabung menjadi GPIB pada tahun
1948. Sehubungan dengan adanya ibadah minggu, jadi kami hanya bisa melihat
gereja ini dari luar.
|
Berfoto di Depan Gedung YLCC/Ex-Pastori |
Terletak
tak jauh dari Gereja Immanuel, terdapat Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein. Menempati
bangunan ala Belanda, dahulu bangunan ini digunakan sebagai pastori atau tempat
tinggal para pastor. Warga Depok pada masa itu harus menempuh jarak yang
kira-kira waktu tempuhnya 8 jam untuk melakukan ibadah ke gereja yang berada di
Jakarta, sehingga total perjalanan yang dibutuhkan untuk beribadah adalah 16
jam. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dibangunlah pastori ini, sehingga
para pastor dapat tinggal dekat dengan gereja dan para warga dapat beribadah
dengan mudah. Di tempat ini pula kami mendapatkan penjelasan mengenai asal usul
kota Depok serta Cornelis Chastelein, seorang Belanda yang mengembangkan kota
Depok. Secara singkat, Chastelein merupakan warga negara Belanda yang bekerja
di VOC, pada saat itu membeli sebidang tanah di Srengseng (saat ini Lenteng
Agung) dan kemudian memperluas kepemilikan tanahnya dengan membeli tanah di
daerah Depok. Untuk mengurus tanah tersebut, Chastelein mengumpulkan para budak
dari penjuru nusantara untuk dipekerjakan. Menurut cerita, pertanian di Depok
sangatlah maju dengan sistem manajemen yang apik. Tidak pernah terjadi
kelaparan karena separuh dari hasil pertanian disimpan di gudang sebagai
simpanan di masa datang sedangkan separuh lagi digunakan untuk konsumsi. Begitupun
dengan sistem irigasinya, yang membuat Depok selalu berlimpah akan hasil
pertanian. Akhir cerita, sebelum Chastelein meninggal, beliau memerdekakan para
budak tersebut dan kemudian seluruh kepemilikan tanah dan harta lainnya
dibagi-bagikan kepada budak sebagai bekal hidup mereka. Para budak yang
dimerdekakan inilah yang menjadi asal-usul 12 marga asli warga Depok, jadi
warga asli Depok bukanlah Belanda Depok/keturunan Belanda tetapi memang
melainkan orang Indonesia asli yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara. Cerita
lengkap tentang Cornelis Chastelein dapat kalian lihat disini.
|
Ruang Pertemuan di YLCC |
Yang menarik
dari lembaga ini adalah terdapat kursi ruang pertemuan yang tiap kursinya
tertulis 12 marga asli warga Depok yaitu Bacas, Isakh, Jacob, Jonathans,
Joseph, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, dan Zadokh yang Sampai
saat ini masih digunakan oleh para pengurus YLCC untuk melakukan rapat atau
pertemuan. Oh iya, cerita yang didapat di YLCC diceritakan langsung oleh para
keturunan warga Depok asli, yaitu Bapak bermarga Jonathans dan Ibu Suzane
Leander. Asik ya, bisa bertemu langsung dengan keturunan warga asli Depok. Menurut
penuturan Bapak & Ibu, selain pertanian yang maju, Depok pada masa itu
sudah mampu memproduksi bata dan genteng sendiri untuk membangun rumah dan
bangunan lainnya. Selain itu, cikal bakal sekolah teologi yang ada di Jakarta itu
berasal dari Depok loh. Belum lagi, cerita asal usul nama daerah di Depok,
seperti Pondok Cina, yang sebelumnya merupakan tempat para pedagang keturunan
tionghoa menjajakan dagangannya.
|
Genteng dan Bata Produksi Depok (Warna Cerah) |
Masih banyak cerita yang dibagikan di tempat
ini. Kalian juga bisa melihat foto serta lukisan tentang Depok pada masa itu.
Penuturan dari YLCC, dari 12 marga, yang masih ada hingga saat ini tinggal 11
marga. Marga Zadokh diyakini sudah tidak ada, terdapat kemungkinan mengenai hal
ini. Kemungkinan pertama, karena marga diambil dari nama baptis, mungkin
keturunan mereka tidak menggunakan nama tersebut lagi. Kemungkinan kedua adalah,
sehubungan dengan sistem patrilineal, tidak ada lagi keturunan laki-laki dari
marga ini, sehingga marga Zadokh tidak ada lagi penerusnya.
|
Jus Belimbing dan Lembah Gurame |
Tak
terasa waktu sudah melewati tengah hari, setelah berfoto bersama, destinasi
selanjutnya yang dikunjungi adalah Lembah Gurame. Sebuah taman kota yang
dilengkapi dengan kolam, gazebo, serta fasilitas bermain lainnya. Cukup banyak
yang mengunjungi tempat ini ternyata, padahal waktu itu cuaca panas cukup
menyengat. Sambil menikmati Jus Belimbing, minuman ikon kota Depok, kami
berkenalan dan bertukar cerita. Ternyata belajar sejarah tak selamanya
membosankan ya. Jadi, Depok tidak hanya tentang kampus, Jalan Margonda, atau
berbagai macam pusat perbelanjaan serta jajanan di sekitar Jalan Margonda saja.
Sejarah Depok, sangatlah menarik untuk diketahui.
|
Peserta Kumpul Kota Depok |
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus