Menelusuri Jejak Tionghoa di Benteng
Sudah
lebih dari 10 tahun saya menggunakan kereta untuk kegiatan beraktifitas
sehari-hari, mulai dari sekolah, kuliah, kerja, sampai kuliah lagi. Rasanya memang
lebih efisien di waktu ya, waktu tempuh yang lebih cepat dibandingkan moda
transportasi lainnya. Alasan lain adalah, lokasi rumah saya yang sangatlah
dekat dengan stasiun, cukup salto 2 kali kemudian jalan lima langkah dari rumah
*asik asik jos*. Dari seluruh jalur yang
diakses commuter line, cuma satu jalur yang belum pernah saya lewati, naiki,
dengar, rasakan, dan kunjungi, yaitu jalur lintas Duri – Tangerang. Kesempatan itu
akhirnya terwujud ketika saya mengikuti Kumpul Kota Tangerang.
Ternyata
asik ya kalo sesuatu yang pertama kali itu, jadi semangat mau tau kaya gimana keadaannya.
Walaupun saya tinggal di daerah Tangerang (Selatan), sangatlah jarang saya
mengunjungi Kota Tangerang. Paling hanya bisa dihitung dengan jari, itupun
hanya lewat saja karena mau ke bandara tanpa mengunjungi tempat-tempat lainnya.
Oke sudah kebanyakan intronya alias curhat saya. Ketika sampai di Stasiun
Tangerang, melihat keadaan sekeliling,
pikiran saya yang terlintas adalah ternyata ramai banget ya. Memang disini
adalah pusat niaga atau kawasan pasar, tentunya ramai sekali dong. Tempat titik
temu yang tinggal menyebrang dari stasiun memudahkan saya untuk menemukannya,
lalu kemana kah tujuan kita kali ini?
Titik Nol Kota Tangerang |
Diawali
dari titik 0 (nol) Kota Tangerang, yang dilambangkan dengan dengan sebuah jam
digital bertuliskan Argo Pantes perjalanan ini dimulai. Dahulu, tempat ini
dijadikan sebagai tempat penjemputan para karyawan Argo Pantes. Oh iya, menurut
penuturan guide, sebelumnya jam disini berbentuk analog. Mungkin karena
perkembangan jaman juga makanya sekarang jadi jam digital.
Museum Benteng Heritage |
Memasuki kawasan
Pasar Lama, beberapa pedagang sedang membereskan dagangannya. Lalu, perjalanan
kami terhenti, “kok sebentar banget ya?” pikir saya. Karena memang kita baru
berjalan belum terlalu jauh. Kami berhenti di depan bangunan arsitektur
tionghoa berlantai dua. Ternyata sudah sampai di tujuan pertama, yaitu Museum
Benteng Heritage. Sebuah Museum Kebudayaan Indonesia - Tionghoa yang diresmikan
pada 11 – 11 – 2011. Museum ini buka setiap Selasa – Minggu dari pukul 10.00 –
17.00 (Senin Tutup). Beruntungnya kami, ternyata sang Founder dari Museum ini,
Pak Udaya Halim, sedang berada disini. Alhasil, dapat penjelasan langsung
tentang sejarah warga tionghoa dan Kota Tangerang. Materi yang diberikan pun
sangat ringan dan menarik, sehingga sangat mudah dicerna. Hal yang paling
membuat saya berdecak kagum adalah ketika dijelaskan bahwa di Tangerang
terdapat semacam pintu air yang memiliki sistem seperti terusan. Ya, seperti terusan yang terkenal di
dunia, Terusan Panama dan Terusan Suez. Pada masa itu, para warga Tangerang
memanfaatkan sungai sebagai sarana transportasi untuk mencapai ke kota, untuk
berniaga atau melakukan aktifitas lainnya. Belum lagi Tangerang yang sempat
menjadi pemasok topi terbesar di Eropa. Berbagai lukisan yang menggambarkan kehidupan
Tangerang pada masa itu juga terpajang dengan jelas di dinding-dinding museum. Jadi
kalian bisa membayangkan bagaimana kondisi pada masa itu. Selain penjelasan dari Pak Udaya, Mba Desi as
a tour guide, juga menjelaskan secara rinci loh setiap sudut ruangan museum.
Foto Bersama Pak Udaya Halim (saya yang pakai baju biru, red) |
- Setiap grup dibatasi maksimal 20 orang, bagi yang terlambat mendaftar bisa mengikuti rombongan selanjutnya (durasi sekitar 45 menit)
- Wajib melepas alas kaki sebelum naik ke tangga lantai dua. Nanti akan disediakan plastik untuk masing-masing peserta untuk membawa alas kaki mereka.
- Tidak diperkenankan untuk memotret/merekam, termasuk HP ya di dalam area museum.
- Tidak diperkenankan membawa makanan dan minuman
- Tidak diperkenankan menyentuh barang-barang/menduduki kursi di ruangan museum. Maklum, koleksi disini adalah peninggalan asli masa lampau, kalian harus hati-hati ya gaes.
Tangerang Masa itu |
Sebenarnya
ada apa sih di dalam museum ini? Ada berbagai macam artefak yang berhungunan
dengan kehidupan etnis tionghoa pada masa lalu, dan diceritakan pula Laksmana
Cheng Ho yang membawa sekitar 30.000 orang pasukan dengan 300 armada. Oh iya,
FYI, kapal yang dimiliki Cheng Ho itu lebih besar dari Colombus loh. Di kapal
tersebut saja bisa sambil bercocok tanam, berarti besar banget kan? Selain itu
masih ada peninggalan-peninggalan lain seperti mesin tik, alat pemutar lagu,
kamera, patung para dewa –dewi, dan berbagai macam barang yang berhubungan
dengan kehidupan para warga Tionghoa Tangerang. Ada yang menarik, jika kalian
kesini, kalian akan ditantang untuk membuka pintu rumah khas masyarakat
tionghoa yang memiliki kunci otomatis, IT’S REALLY COOL POKOKNYA. Atau mau
melihat proses pernikahan ala etnis Tionghoa Tangerang? Kalian bisa kesini. Duh
kayanya, udah terlalu banyak saya kasih bocoran. Museum ini mesti jadi top list
untuk dikunjungi oleh kalian semua. Mesti, Wajib, Kudu, Kagak Boleh Kagak. Lokasinya
sangat mudah diakses kok. Untuk kalian tahu, bangunan ini merupakan bangunan
asli yang dibangun sejak pertengahan abad 17 yang kemudian direstorasi untuk
melestarikan sejarah etnis tionghoa benteng. Setelah selesai berkeliling
museum, ada beberapa pilihan barang yang dapat dijadikan buah tangan untuk di
rumah. Kalo saya sih rekomendasikan beli kecap asli Tangerang yang sudah
diproduksi berpuluh-puluh tahun yang lalu.
Klenteng Boen Tek Bio |
Setelah
dari museum ini, perjalanan berlanjut ke Klenteng Boen Tek Bio, klenteng paling
tua di Kota Tangerang. Kabarnya sudah berdiri sejak tahun 1700-an. Wah sudah
tua ya. Suasana sangat ramai waktu itu karena bertepatan dengan jadwal
sembahyang. Bau hio menyeruak di sekitar klenteng. Para penjaja makanan mulai
dari siomay babi hingga bakmi tersedia dekat klenteng. Kami hanya melewati
klenteng ini saja, karena waktu sudah menunjukan waktu maghrib. Perhentian
selanjutnya adalah Masjid Kali pasir yang lokasinya hanya beberapa langkah dari
klenteng. Sepintas tiada yang istimewa dari masjid ini, tetapi ketika guide
menjelaskan bahwa ini merupakan masjid tertua di Tangerang, saya langsung
speechless. Akulturasi budaya islam dan tionghoa dapat terlihat dari bentuk
kubah. Tiang asli yang berjumlah 4 tiang yang berada di tengah masjid kini
sudah disanggah dengan besi mengingat usianya yang sudah hampir 400 tahun. Perkiraan
masjid ini dibangun adalah sekitar awal 1700-an, jadi sudah sangat tua kan? Kabarnya
toleransi antara umut muslim dan warga tionghoa sangatlah tinggi pada masa itu.
Dalam proses pembuatan masjid ini, mendapat bantuan dari warga tionghoa yang
tinggal di kawasan tersebut.
Tiang Masjid Kali Pasir |
Tempat Nongkrong yang Lagi Naik Daun |
Selesai
sholat maghrib, perjalanan dilanjutkan ke tempat nongkrong yang sedang naik
daun di sosial media, yaitu Travel Mie. Sebuah tempat makan yang berkonsep
camping dimana para pengunjung bisa menikmati makanan dan minuman di dalam tenda
atau makanan dan minuman yang disajikan lengkap dengan peralatan camping
ala-alanya. Akhirnya bisa mengunjungi tempat ini juga setelah Cuma lihat lewat
social media teman. Buat kalian yang mau kesini, mending lebih awal datangnya
apalagi malam minggu. Bisa-bisa kalian waiting list untuk menikmati makan/minum
ala camping di tengah kota. Travelmie, Puncaknya Tangerang.
Berhubung
malam semakin larut, waktu pula lah yang mengharuskan saya untuk pulang karena
rumah saya yang jauh sehingga ga ikut nonton malam puisi. Berjalan kaki dari
Travelmie ke Stasiun Tangerang, saya melanjutkan perjalanan kembali dengan
commuter line. Ternyata eh ternyata, ketika sampai Stasiun Duri, seluruh perjalanan
ke Stasiun Tanah Abang which is arah rumah saya tidak tersedia sebagai akibat
kebakaran antara Stasiun Duri – Angke. Berhubung banyaknya yang senasib
sepenanggungan mau ke arah Tanah Abang akhirnya beramai-ramai semacam mencarter
angkot untuk sampai kesana. Setelah sampai Tanah Abang, perjalanan sampai ke
rumah berjalan smoothly. Kalau ga begitu ga bakal seru bukakan ~~~~~~~
Oh
Tangerang, Pokoknya Unforgettable Moment.
Salam kenal Saya KI DI MALAYSIA
BalasHapusMaaf sebelumnya jika lewat Tempat ini saya menceritakan kisah hidup saya niat saya hanyalah semata ingin berbagi tapi semua tergantung Anda percaya atau tidak yg jelasnya inilah kenyataannya...
Syukur alhamdulillah kini saya bisa menghirup udara segar di indonesia karnah sudah sekian lama saya ingin pulang ke kampung halaman namun tak bisa sebab,saya harus bekerja di negri orang (Arab Saudi) karna ada hutang yang harus saya bayar di majikan yaitu 257 juta untuk uang indo namun saya tidak pusing lagi sebab kemaring saya di berikan Info oleh seseorang yang tidak saya kenal,katanya kalau mengalami kesulitan Ekonomi,Terlilit hutang silahkan minta bantuan sama
KI BARONG di Nomor telfon 0852 8895 8775 di jamin bantuan beliau 100% …
Atau,>>KLIK DISINI UNTUK INFO BANTUAN KI BARONG<<
BANTUAN DARI KI BARONG
1.PESUGIHAN
2.TOGEL
3. DANAH GHAIB
4.PENGGANDAAN UANG
5.UANG BALIK
6.PEMIKAT
7.PENGLARIS BISNIS (Jualan,Tokoh,warung)
8.PERLANJAR DALAM BERBAGAI HAL
Jadi saya beranikan diri menghubungi beliau dan menyampaikan semua masalah saya dan alhamdulillah saya bisa di bantu,kini semua hutang saya sama majikan di Saudi semua bisa terlunasi dan punya modal untuk pulang kampung,,,,
Jadi buat yang pengen seperti saya silahkan hubungi KI BARONG di nomor 0852 8895 8775 Anda tidak usah ragu akan adanya penipuan atau hal semacamnya sebab saya dan yg lainnya sudah membuktikan keampuhan bantuan beliau kini giliran Anda memilih jln pintas buat masalah Anda.